Ekonomi Islam sebagai Solusi Mengentaskan Kemiskinan

Ekonomi Islam sebagai Solusi Mengentaskan Kemiskinan

A.    Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Menurut data dari ANTARANews angka kemiskinan pada Maret 2013 tercatat sebesar 11,37 persen atau 28,07 juta orang. Sungguh angka yang sangat fantastis. Persoalan kemiskinan bukan hanya soal orang-orang yang tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya saja. Kemiskinan menjadi masalah utama yang menimbulkan banyak masalah turunan diantaranya :
1.      Rendahnya Kualitas SDM
Hal ini bisa dilihat dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Forum Ekonomi Dunia yang dikeluarkan Selasa (1/10/2013) di Jenewa, Swiss, sebagaimana dikutip rri.co.id, indeks SDM bangsa Indonesia saat ini berada di urutan ke-53 dari 122 negara. Indeks SDM dari Forum Ekonomi Dunia merupakan perangkat pengukuran baru untuk menilai sejauh mana negara mengelola anugerah SDM-nya berdasarkan potensi kekuatan ekonomi jangka panjang pada tenaga kerja mereka.
Rendahnya tingkat SDM Indonesia tak lain disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat. Dua hal ini berkorelasi secara langsung dengan masalah kemiskinan mengingat mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan saat ini.
2.      Tindak Kriminal
Kemiskinan juga menjadikan sebagian masyarakat menempuh jalan pintas untuk mengais rezeki dengan cara yang haram. Tuntutan ekonomi keluarga yang tak dapat dipenuhi mendorong mereka untuk melakukan berbagai tindak kriminal seperti pencurian, pencopetan serta perilaku premanisme demi mendapatkan uang.

B.     Pembahasan ( Perbandingan Ekonomi Kapitalisme dan Ekonomi Islam)
Solusi Ekonomi Kapitalisme dalam Masalah Kemiskinan.
Sistem ekonomi kapitalisme memandang permasalahan kemiskinan dapat dituntaskan lewat mekanisme pasar bebas. Mekanisme pasar bebas yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi terciptanya penawaran dan permintaan akan barang dianggap mampu mendistribusikan barang dan jasa kepada masyarakat secara menyeluruh. Sayangnya kenyataan yang terjadi tak sejalan dengan konsep tersebut. Pasar bebas memang menawarkan beraneka barang dan jasa yang dapat didistribusikan ke tengah-tengah masyarakat, tetapi distribusi yang terjadi tetap saja didasarkan pada kekuatan ekonomi masyarakat. Semakin banyak modal yang dimiliki semakin leluasa pula ia dalam memiliki barang apapun. Barang apapun itu, bahkan barang-barang yang harusnya menjadi kepemilikan umum pun akhirnya dikuasai oleh segelintir pihak saja. Bukannya menyelesaikan masalah, konsep pasar bebas seperti ini justru menimbulkan masalah baru yang lebih parah yakni kesenjangan sosial yang semakin menajam antara golongan miskin dengan golongan elite. Berikut data kemiskinan dan kesenjangan sosial yang diukur dengan menggunakan rasio gini.
 2006
 2007
 2008
 2009
 2010
 2011
 2012
 2013
 2014
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi)
 17.8
 16.6
 15.4
 14.2
 13.3
 12.5
 11.7
 11.5
 11.0
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan)
   39
   37
   35
   33
   31
   30
   29
   29
   28
Koefisien Gini/
Rasio Gini
    -
 0.35
 0.35
 0.37
 0.38
 0.41
 0.41
 0.41
    -
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
            Dari data diatas terlihat penurunan angka kemiskinan berbanding terbalik dengan rasio gini yang semakin meningkat. Hal ini menandakan meski terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin, sejatinya penguasaan harta kekayaan tetap tidak merata ditengah masyarakat. Semakin mendekati angka 1, kesenjangan sosial yang terjadi semakin tajam.
Solusi Ekonomi Islam
a.       Konsep Kepemilikan dalam Islam
Islam membagi kepemilikan menjadi 3 yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Berbeda halnya dengan sistem ekonomi kapitalisme yang memberikan kebebasan dalam kepemilikan, islam mengatur batas-batas kepemilikan dengan sangat jelas. Dalam islam, kekayaan alam yang meliputi air (laut), padang gembala dan api (tambang dan migas) seharusnya dikelola oleh negara untuk didistribusikan secara merata. Tidak boleh ada pihak-pihak tertentu yang menguasainya dan mengambil keuntungan untuk keperluan pribadi.  Maka keuntungannya haruslah dikembalikan kepada rakyat baik berupa pemenuhan kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan maupun dalam bentuk uang yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Dengan terpenuhinya kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan akan mampu mencetak SDM yang berkualitas dan berkompeten yang mampu bersaing dalam dunia kerja sehingga persoalan kemiskinan dapat teratasi. Selain itu, pembatasan kepemilikan dalam islam juga menjanjikan sebuah keadilan dan pemerataan yang akan menghapuskan kesenjangan sosial yang kian tajam.
b.      Distribusi non-ekonomi
Solusi islam lainnya untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang disebabkan oleh tidak meratanya distribusi kekayaan adalah melalui jalur distribusi non-ekonomi. Distribusi non-ekonomi adalah distribusi harta kekayaan yang dilakukan tanpa adanya kompensasi bagi pihak pemberi. Semuanya dilakukan atas dorongan keimanan untuk mengharap ridha Allah semata. Distribusi non-ekonomi ini sangat membantu penyaluran barang dan jasa kepada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja (misal : usia lanjut, cacat, dsb). Mekanisme distribusi non-ekonomi bisa dilakukan oleh individu maupun oleh negara. Mekanisme distribusi oleh individu misalnya melalui hibah, warisan, wakaf,  infak dan shadaqah. Mekanisme distribusi yang bisa dilakukan oleh negera misalnya pengumpulan zakat yang nantinya akan dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Hal ini dimaksudkan untuk mendistribusikan harta yang dimiliki orang-orang kaya kepada orang-orang miskin, sehingga perputaran kekayaan tidak terjadi diantara orang-orang kaya semata. Konsep distribusi non-ekonomi akan menjadi sebuah solusi dalam pemerataan kekayaan dan penghapusan kesenjangan sosial.
Membumikan Sistem Ekonomi Islam.
            Solusi atas penyelesaian masalah kemiskinan melalui konsep kepemilikan islam dan mekanisme distribusi non-ekonomi hanya bisa dilaksanakan jika ekonomi islam sebagai sebuah sistem ekonomi dibumikan dan diterapkan di Indonesia. Memang bukan hal yang mudah untuk mengganti sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi islam. Namun sebagai umat muslim kita harusnya bertekad kuat untuk membumikan sistem ekonomi islam. Ekonomi islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah merupakan suatu sistem ekonomi yang komprehensif. Ekonomi islam dibangun dengan pondasi dasar yang terdiri dari tauhid, nubuwah, adl, ma’ad, khilafah lalu ditopang dengan tiga pilar yakni multiple ownership. Freedom to act, social justice serta atapnya yakni akhlaq. Sudah saatnya kita beralih dari ekonomi kapitalisme menuju ekonomi islam dengan membumikan ekonomi islam dalam perekonomian kita hari ini. Adapun langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk membumikan ekonomi islam, diantaranya:
a.       Dakwah Ekonomi Islam
Ekonomi islam yang menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang stabil, keadilan serta keberkahan tentunya menjadi sebuah solusi perekonomian yang dinanti-nanti oleh masyarakat banyak. Namun, kebanyakan masyarakat hari ini baru mengenal ekonomi islam sebatas pada bank syari’ah saja. Maka disinilah tugas kita sebagai mahasiswa untuk mendakwahkan ekonomi islam ke tengah-tengah masyarakat dan menyadarkan masyarakat akan buruknya sistem ekonomi kapitalisme yang telah membawa segudang permasalahan dalam perekonomian termasuk kemiskinan saat ini.
b.      Ekonomi islam dalam sistem negara islam
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu pondasi dasar dari sistem ekonomi islam adalah khilafah. Khilafah atau negara islam (Negara yang menjadikan islam sebagai ideologi negara) merupakan sebuah institusi islam yang akan menerapkan islam dalam seluruh lini kehidupan, baik di bidang pemerintahan, sosial, pendidikan maupun ekonomi. Sistem ekonomi islam merupakan bagian integral dari sistem islam (khilafah) yang tidak bisa berdiri sendiri. Ibarat sebuah pohon, sistem ekonomi islam lahir dari paradigma pemikiran yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah. Sistem ekonomi islam sebagaimana sistem-sistem islam lainnya bertumpu pada akar yang kuat yakni  Khilafah Islamiyah.  
C.    Kesimpulan
Ekonomi islam sebagai sebuah solusi dalam perekonomian bangsa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi yang terjadi. Dalam pengentasan masalah kemiskinan, ekonomi islam memberikan solusi ampuh dengan menerapkan konsep kepemilikan dalam islam dan distribusi non-ekonomi. Konsep kepemilikan dalam islam menjadikan barang-barang kepemilikan umum (SDA) hanya boleh dikelola oleh negara untuk kemudian keuntungannya dikembalikan lagi kepada masyarakat. Adapun distribusi non-ekonomi menjamin distribusi kekayaan merata ditengah masyarkat dengan adanya infaq, shadaqah, hibah, wakaf serta zakat.
Kedua solusi diatas dapat diaplikasikan secara riil dengan membumikan sistem ekonomi islam dalam negara kita. Pembumian sistem ekonomi islam ini tentunya memerlukan usaha yang sungguh-sungguh melalui dakwah ekonomi islam dan menghidupkan ekonomi islam dalam sistem islam (negara islam).
           
           
Daftar Pustaka

            An-Nabhani, Taqiyuddin. Sistem Ekonomi Islam. 2010. Al-Azhar Press: Bogor.
Hatta, Zulhelmy bin Muhammad. 2013. Isu-Isu Kontemporer Ekonomi dam Keuangan Islam. Al-Azhar Freshzone Publishing : Bogor.
Triono, Dwi Condro. 2014. Ekonomi Islam Mazhab Hamfara. Irtikaz : Yogyakarta. Cet. 3.
            Laman
http://rri.co.id
http://antaranews.com
http://www.indonesia-investments.com


0 comments:

Menganalisa Kebijakan Anti-dumping

Menganalisa Kebijakan Anti-dumping

Menghadapi ketidakstabilan perekonomian dalam negara, Presiden Joko Widodo mengeluarkan paket kebijakan ekonomi yang berisi delapan poin penting  diantaranya yakni pengeluaran PMK (Peraturan Menteri Keuangan) terkait biaya anti-dumping  terhadap barang-barang impor yang masuk ke Indonesia. Secara bahasa dumping berarti proses penjualan barang dengan harga murah. Adapun yang dimaksud biaya anti-dumping adalah dimana barang-barang impor yang masuk ke Indonesia tidak boleh dijual dengan harga murah dibawah kisaran harga pasar Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar barang lokal tetap dapat bersaing dengan barang impor karena keduanya memiliki harga yang relatif sama.
            Mampukah Produk Lokal Bersaing dengan Produk Impor...?
Kebijakan anti-dumping dapat memberi efek positif bagi perekonomian Indonesia jika benar-benar diterapkan secara nyata.  Ketika produk impor dan produk lokal disamakan kedudukannya, hal ini tentu menjadi peluang bagi pengusaha lokal untuk meningkatkan produksi dan daya saing produknya. Hanya saja penerapan biaya anti-dumping ini juga tidak serta merta dapat menjamin produk lokal dapat bersaing secara sempurna dengan produk impor, berikut beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan lokal, diantaranya :
1.      Penguasaan SDA oleh  asing
Penguasaan SDA Indonesia oleh asing menjadi faktor penting bagi keberlangsungan produksi barang dalam negeri. Produksi barang dalam negeri akan tetap bergantung pada produk impor karena bahan-bahan produksi yang bersumber dari SDA dikuasai oleh asing sehingga mereka dapat menjual barang mentah/setengah mentah dengan harga sesukanya, karena Indonesia tidak dapat mengelola SDA secara mandiri.
2.      Rendahnya SDM
Hal ini bisa dilihat dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Forum Ekonomi Dunia yang dikeluarkan Selasa (1/10/2013) di Jenewa, Swiss, sebagaimana dikutip rri.co.id, indeks SDM bangsa Indonesia saat ini berada di urutan ke-53 dari 122 negara. Rendahnya SDM tentunya berkolerasi secara langsung terhadap kualitas produk barang yang dihasilkan, dimana masyarakat merupakan pelaku dari proses produksi tersebut.
3.      Minimnya Teknologi dan Industrialisasi
Produk impor dengan kualitas yang bagus tentu dihasilkan oleh industri yang maju yang didukung oleh teknologi yang mumpuni. Industrialisasi dan penggunaan teknologi yang canggih mampu menfektifkan dan mengefesiensikan kinerja perusahaan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dalam kuantitas besar dengan waktu yang relatif singkat.  Hal ini tentu sangat berbeda dengan Indonesia megingat rendahnya industri di Indonesia. Indonesia belum bisa menghasilkan mesin-mesin produksi sendiri sehingga harus mengimpor mesin produksi dari luar negeri dengan harga yang mahal. Ini tentu menjadi kendala terhadap perkembangan industri dan hasil produksi barang oleh perusahaan lokal.
            Kebijakan anti-dumping hanya akan menjadi solusi parsial untuk meningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan memacu produksi barang lokal dan membatasi produk impor sehingga keduanya dapat bersaing secara ideal. Hanya saja kebijakan anti-dumping ini tampaknya sulit untuk benar-benar diterapkan mengingat kuatnya intervensi asing terhadap Indonesia. Negara-negara pengekspor barang dagangannya tentu akan merasa dirugikan dengan pemberlakuan kebijakan anti-dumping yang membatasi gerak mereka.
Solusi Final
            Solusi final untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan menerapkan sistem ekonomi islam yang menempatkan  SDA sebagai barang kepemilikan umum yang hanya boleh dikelola oleh negara untuk dikembalikan keuntungannya kepada rakyat. Hal ini tentunya akan meningkatka produksi barang karena SDA alam akan dijual dengan harga murah (senilai biaya produksi) sehingga bahan-bahan produksi terjamin ketersediannya dengan harga yang murah. Islam juga membatasi kuota barang impor yang boleh masuk ke dalam negara sehingga persaingan tetap terkendali. Sedangkan  untuk pembentukan SDM yang unggul tentunya hal ini membutuhkan dukungan sistem islam lainnya seperti sistem pendidikan islam. Sistem pendidikan islam menjamin terbentuknya insan yang cerdas dan bertaqwa dengan perpaduan antara ilmu pengetahuan, tsaqafah dan pembinaan karakter yang islami. Penguasaan SDA oleh negara dan kualitas SDM yang cerdas dan taqwa tentunya menjadi modal penting dalam pengembangan teknologi industri yang akan menunjang produksi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
            Solusi final ini tentu hanya akan bisa direalisasikan dengan diterapkannya sistem ekonomi islam beserta seluruh sistem-sistem islam lainnya seperti sistem pendidikan, sistem pemerintahan, politik, sosial dan sebagainya dalam sebuah negara yang menerapkan islam sebagai ideologi negaranya yakni Khilafah Rasyidah Islamiyah.

RR---
                                                                                   
           




0 comments: