Rupiah Menguat, Penjajahan Ekonomi di Indonesia semakin kuat




         Gejolak Nilai Tukar mata uang terhadap dollar yang terjadi akhir-akhir ini untuk kesekian kalinya kembali mengguncang Indonesia, serta negara-negara lain seperti Cina, jepang, Malaysia, bahkan negara-negara Uni Eropa. Di Indonesia sendiri pada akhir September lalu Rupiah sempat menembus angka Rp.14.800/U$D (bisniskeuangan.kompas.com). Hal ini memicu kekhawatiran umum di berbagai kalangan, di tengah-tengah masyarakat sendiri mulai muncul kekhawatiran terulangnya krisis 97/98, akibat lain dari hal itu ialah menurunnya daya beli masyarakat yang mengakibatkan kelesuan pasar sehingga banyak perusahaan-perusahaan yang gulung tikar serta Gelombang PHK terjadi di mana-mana, salah satunya Sampoerna yang baru-baru ini mem-PHK kan 13.000 lebih karyawannya. kalangan elite pemerintah sendiri hanya bisa pasrah dan bingung menghadapi depresiasi Rupiah yang terjadi begitu cepat.
Pemicu Krisis
            Faktor Pemicu Utama yang menyebabkan lemahnya nilai mata uang negara-negara di dunia selain AS yang bahkan menguat ialah kebijakan penaikan suku bunga yang di lakukan oleh The Fed (Bank Central AS) yang menyebabkan Dollar-Dollar yang berada di luar AS kembali masuk ke AS. Hal ini juga diiringi dengan kebijakan devaluasi mata uang yang di lakukan China serta Jepang yang melakukan Quantitative Easing (penggandaan mata uang besar-besaran untuk yen) demi memperkuat persaingan di pasar ekspor dengan menciptakan nominal harga produk yang lebih rendah, itu pula yang dikenal dengan perang kurs (mata uang) di mana semua itu terjadi di pasar finansial (Non Rill) yang mudah sekali terjadi spekulasi. Sedangkan posisi Indonesia sendiri tidak memiliki peran dalam permainan perang mata uang di kancah Internasiaonal, Indonesia hanya bisa pasrah dan imbasnya rupiah terus menerus mengalami pelemahan terhadap Dollar AS.
Paket Kebijakan Jokowi
Merespon hal tersebut 24 Agustus lalu Presiden Joko Widodo mengumpulkan para pengusaha-pengusaha kelas kakap dan para ekonom-ekonom Indonesia untuk mendiskusikan hal ini di istana negara (mediaindonesia.) serta membuat paket kebijakan ekonomi demi mendorong kembali penguatan rupiah.
Setelah Presiden Jokowi mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi II diantaranya: (1) mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokrasi, penegakkan hukum dan kepastian usaha (2) mempercepat proyek strategis nasional, menghilangkan berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional (3) meningkatkan investasi di sektor properti dan paket ekonomi III yang inti dari isi paket tersebut ialah mempermudah administrasi birokrasi serta perizinan investasi demi mengundang para Investor yang sebelumnya membawa lari modalnya ke luar Indonesia (Capital Out Flow) untuk membawa modalnya kembali dan berinvestasi di Indonesia dengan asumsi bertambahnya kembali cadangan devisa Indonesia, sehingga rupiah kembali menguat. Setelah paket kebijakan tersebut di keluarkan, perlahan tapi pasti rupiah memperlihatkan kekuatannya dengan merangkak naik hingga ke posisi 13.450/U$D pada 09 september 2015.
Akar Masalah
            Meskipun dengan paket tersebut rupiah terlihat semakin menguat, namun tetap saja kebijakan tersebut tidak akan membawa rupiah menjadi mata uang yang kuat dan stabil. Karena paket kebijakan tersebut hanya sebatas mengundang kembali dollar-dollar yang telah melarikan diri untuk berkunjung kembali ke Indonesia dengan harapan bertambahnya cadangan devisa serta bisa menurunkan depresiasi rupiah terhadap dolar, yang suatu saat bisa saja kembali melemah. Sementara problem asas (akar masalahnya) belum di pahami oleh pemerintah, yakni mata uangnya itu sendiri, yaitu rupiah yang berbentuk fiat money (uang kertas) di mana nilai instrinsik dan ekstrinsiknya berbeda, serta tinggi-rendah nilainya masih sangat bergantung pada sedikit banyaknya dollar yang ada di Indonesia. Inilah yang menjadi akar masalahnya. Di sisi lain dibalik Paket Kebijakan tersebut ternyata tersembunyi bahaya jangka panjang bagi negeri ini, salah satunya ialah semakin dominannya pemodal-pemodal asing dalam menguasai berbagai sektor pasar di Indonesia, padahal seKtor tersebut merupakan sendi-sendi strategis dalam tubuh negara (SDA, Infrastruktur, Property, dsb) melalui investasi yang di lakukannya. Dengan demikian Paket kebijakan tersebut tidak akan mengubah posisi ekonomi indonesia sebagai negara yang ekonominya  dijajah oleh Dollar AS dan Penjajahan Ekonomi yang merupakan bagian dari Neo-Imperialisme Asing dipastikan akan terus berlangsung dan menggeliat di Indonesia.
Mengapa harus Dollar?
Berawal dari kekalahan yang di alami oleh negara-negara Blok timur salah satunya Turky Utsmani (Ottoman) di perang dunia pertama -dimana sebelum meletusnya perang dunia pertama negera-negara di dunia masih mengunakan emas sebagai basis dalam pencetakan uangnya. Status negara adidaya yang tadinya berada di genggaman Ottoman berpindah ke tampuk Inggris dan sekutunya. Akibat kebutuhan biaya perang dan persenjataan yang banyak untuk mengadapi perang dunia kedua, Negara-Negara barat mulai tidak lagi menggunakan persedian emas secara keseluruhan sebagai ukuran/timbangan dalam pencetakan mata uangnya. Hingga puncaknya pada tahun 1976 saat status negara adidaya berpindah ke tampuk Amerika terjadilah peristiwa yang di kenal dengan penghapusan sistem dan perjanjian Bretten Woods dimana emas tidak lagi dijadikan sebagai basis dari pencetakan mata uang namun beralih kepada dolar yang di jadikan sebagai mata uang rujukan dunia.

Solusi Tuntas
            Dalam menjawab problem tersebut Islam sebenarnya memiliki konsep yang terbukti ampuh dan pernah diterapkan selama paruh waktu 13 abad ketika Pemerintahan (Daulah) Islam masih tegak berdiri bahkan menjadi mercusuar dan adidaya dunia.           Bahkan sebelum pecah perang dunia I barat juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Daulah Islam yakni menerapkan sistem mata uang yang berbasis emas dan perak atau yang dikenal di dalam islam dengan sebutan Dinar dan Dirham.
            Maka untuk menjadikan mata uang suatu negara kuat dan stabil mau tidak mau, rela tidak rela, suka tidak suka jenis mata uang tersebut harus berbentuk/berbasis emas dan perak. Selain itu kita juga harus mengembalikan fungsi mata uang sebagai alat tukar saja bukan sebagai komoditas yang di perjualbelikan, sebagaimana yang terjadi saat ini. Dengan menjadikan emas dan perak sebagai alat tukar saja berarti hanya memberikan izin aktivitas perekonomian bergerak di sektor rill saja dan melarang munculnya aktivitas di sector non rill/finansial. Mengapa? Karena seperti penjelasan di awal penyebab utama terjadinya berbagai krisis di dunia ini ternyata bersumber dari sector finansial. (majalah al-wa’ie edisi Oktober 2015, Rubrik Hiwar).
            Dengan demikian agenda penjajahan ekonomi sebagai bagian Neo-Imperialisme yang di lakukan oleh barat dengan cara memonopoli sektor finansial yang bertujuan melemahkan perekonomian negara-negara yang ingin di kuasai sendi-sendi strategisnya (penguasaan SDA, Infrastruktur, dsb) melalui jebakan utang, investasi, serta privatisasi tidak akan terjadi. Dengan syarat negara mau menerapkan sistem ekonomi islam yang di dalamnya melingkupi sistem moneter islam yang menggunakan standart emas dan perak atau dinar dan dirham yang hanya mengijinkan aktivitas ekonomi berjalan di sector rill saja.
Allau ‘alam bis Showab
-RisKa ReLIEF Hamfara-

0 comments: